

Makassar – Anggota DPRD Kota Makassar dari Komisi D, H. Muhlis Misba (Fraksi Mulia), menegaskan pentingnya percepatan pemilihan Ketua RT dan RW guna memastikan pelayanan publik di tingkat bawah berjalan optimal. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama para camat di Ruang Komisi A DPRD Kota Makassar, Kamis (12/6/2025).
“RT dan RW adalah ujung tombak pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Karena itu, proses pemilihannya harus segera dilaksanakan agar roda pelayanan tidak terhambat,” ujar MuhlisMuhlis dimintai tanggapannya.
Ia juga menyoroti regulasi teknis pemilihan yang masih disusun di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Menurutnya, aturan tersebut perlu mengatur batas usia maksimal calon RT dan RW agar lebih selektif.
“Saat ini hanya diatur batas usia minimal, 21 tahun untuk RT dan 25 tahun untuk RW. Tidak ada batas maksimal. Bayangkan kalau ada calon berusia di atas 90 tahun, tentu kurang efektif. Saya usulkan maksimal 75 atau 80 tahun,” terangnya.
Terkait anggaran, Muhlis menegaskan bahwa dana yang tersedia dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan pemilihan, selama tidak melanggar aturan. Ia juga mengingatkan agar proses pemilihan berjalan transparan, adil, tanpa tekanan atau rekayasa.
Mengenai mekanisme pemilihan RW dan LPM, Muhlis menjelaskan bahwa RW akan dipilih oleh para Ketua RT, bukan langsung oleh warga. “Itu mekanisme yang wajar, karena RW tidak memiliki warga binaan langsung. RT yang lebih tahu kondisi masyarakat,” tambahnya.
Untuk menjaga netralitas, ia menyarankan agar calon petahana atau pejabat sementara (PJS) yang hendak mencalonkan diri kembali wajib menandatangani pernyataan kesediaan untuk tidak maju kembali saat masa tugasnya berakhir.
Selain soal RT/RW, Muhlis juga mengapresiasi rencana penggratisan iuran sampah bagi warga kurang mampu yang digagas Wali Kota Makassar. Menurutnya, kebijakan ini lebih bijaksana dibanding era sebelumnya.
“Bagi warga dengan penghasilan antara Rp450 ribu hingga Rp900 ribu per bulan, sebaiknya digratiskan. Namun bagi yang mampu, seperti pemilik rumah makan atau apotek, tetap harus membayar. Ini wujud keadilan sosial,” pungkasnya.(**)