

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menilai tidak tepat jika kasus kekerasan seksual diselesaikan melalui cara adat atau pelaku dan korban dinikahkan. Cara seperti itu dinilai keliru.
Hal itu disampaikan Sahroni merespons pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait maraknya penyelesaian kasus kekerasan seksual melalui cara adat atau pelaku dan korban dinikahkan. Pernyataan itu disampaikan Listyo dalam sambutannya di peresmian Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri, Selasa 17 Desember 2024.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu menegaskan bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan pidana. Persoalan tersebut dinilai tidak bisa diselesaikan secara adat atau pernikahan.
Menurutnya, korban kekerasan seksual mendapat trauma karena perbuatan pelaku. Jangan sampai dengan desakan keluarga persoalan tersebut diselesaikan melalui pernikahan.
Legislator dari Dapil DKI Jakarta III (Kepulauan Seribu, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara) itu meminta pihak kepolisian mengambil langkah tegas dalam menyikapi kasus kekerasan seksual. Hal itu diperlukan demi mencegah pernikahan paksaan yang kerap terjadi.
Sahroni mendorong polisi jemput bola dalam setiap kasus kekerasan seksual. Polri harus menjadi pihak yang memberikan ketegasan bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan dan wajib dihukum pidana.
Selain itu, Sahroni berharap setiap korban kasus kekerasan seksual bisa mendapat keadilan yang sesungguhnya. Polisi wajib memberikan perlindungan kepada korban.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo menyebut banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang diselesaikan melalui cara adat atau tradisi dengan dinikahkan antara pelaku dan korban.
Kapolri menilai diperlukan adanya penelitian khusus terkait penyelesaian kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak. Harapannya, penyelesaian kasus bisa sesuai dengan apa yang diharapkan korban maupun pihak korban.